A. Kualitas Pendidikan di Indonesia
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia
semakin hari semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru,
sarana belajar, dan murid-muridnya. Banyak guru-guru saat ini yang
kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di
jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah
lama mendedikasikan dirinya menjadi guru yang memiliki pengalaman yang
dalam mengenai mengajar dan pelajaran yang mereka ajarkan. Jika fenomena
ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan
hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.
Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya
pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang.
Terbatasnya sarana pembelajaran dan sulitnya akses menuju daerah
terbelakang tersebut membuat mereka tidak mendapatkan pendidikan secara
maksimal.
B. Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
Pada uraian diatas telah disebutkan bahwa saat ini buruknya kualitas
pendidikan di Indonesia menjadi suatu masalah yang cukup signifikan
dalam dunia pendidikan indonesia. Buruknya kualitas tersebut dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu :
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan
tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media
belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium
tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan
sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung
sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan
sebagainya.
2. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru
belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya
sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan
melakukan pengabdian masyarakat.
Sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat
besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas
guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya
tingkat kesejahteraan guru.
3. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan rendahnya sarana fisik dan kualitas guru pencapaian prestasi
siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi
fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat
rendah. Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia
(Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation
of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan
membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor
tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1
(Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi
bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk
uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat
terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
4. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah
Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat
Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka
Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai
94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi.
Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8%
(9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih
sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan
menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh
karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang
tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
5. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus
sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan
masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil
pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang
materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika
peserta didik memasuki dunia kerja.
6. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk
menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk
mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman
Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin
tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak
boleh sekolah. Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp
500.000,00 sampai Rp 1.000.000,00. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1
juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari
kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah).
MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk
melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan
yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
.
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem
sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem
pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan.
Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut
perihal pembiayaan, seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru,
dan mahalnya biaya pendidikan, berarti menuntut juga perubahan sistem
ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem
pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam.
Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan
sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan
menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis
yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk
menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Maka, solusi
untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis
untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru,
misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga
diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan
kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan
meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan
alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar